Dewi Ekasari Kusumastuti

Buat Lencana Anda Dewi- Pinky Blog: Makalah Telaah Kritis : Terapi Musik Bagi Tuna Rungu

PLB 2009

PLB 2009
KKL Jakarta-Bandung

Kamis, 21 Juni 2012

Makalah Telaah Kritis : Terapi Musik Bagi Tuna Rungu


TERAPI MUSIK BAGI TUNA RUNGU

Kerusakan pendengaran ditengarai merupakan salah satu kecacatan syaraf yang paling merusakkan.
Kecacatan pendengaran merupakan handicap komunikasi dengan masarakat.Komunikasi merupakan dasar dari kehidupan social kita dan aktivitas intelektual, dan tanpa itu kita terputus dari dunia,sehingga  terapi musik untuk tuna rungu di fokuskan pada area yang berhubungan dengan komunikasi seperti : pelatihan auditory, produksi suara (berbicara) dan perkembangan bahasa.Melalui penelitian dalam kekurangan pada komunikasi ini, terapi musik menjadi suatu efek kedua untuk memperbaiki rasa sosial dan kepercayaan diri.
Bagi penderita tuna rungu, terapi musik dapat:
1.Meningkatkan auditory, pelatihan dan perluasan penggunaan dari sisa pendengaran
Auditory training, merupakan bagian yang terintegrasi denga proses habilitasi pada penderita tunarungu.Tujuan utama dari auditory training ini adalah untuk mengembakan sisa pendengaran menjadi maksimal.
Percakapan dan musik mengandung banyak persamaan. Persepsi auditori pada percakapan dan musik melibatkan kemampuan untuk membedakan antara perbedaan suara, pitch, durasi, intensitas dan warna nada dan bagaimana suara bisa berubah-ubah sepanjang waktu.
2. Meningkatkan perkembangan dan pendidikan bahasa, dan meningkatkan kemampu an berkomunikasi secara umum.
Bagi anak-anak tuna rungu, keterbatasan input pendengaran tidak hanya mempengaruhi kemampuan untuk mendengar suara percakapan dari orang lain, namun juga mempunyai dampak negatif terhadap perkembangan bahasa mereka sendiri.
Disamping meningkatkan perkembangan bahasa dan mendidik bahasa pada pasien tuna rungu, terapi musik juga meningkatkan kemampuan berkomunikasi  dengan memberikan semacam kesadaran dan kemampuan melihat suatu arti yang diselaraskan/disampaikan melalui “nada pada suara”.
3.Mengembangkan jiwa sosialisasi, kesadaran diri, kepuasan emosinal dan meningkatkan kepercayaan diri
Didalam beberapa literatur mengkarakterkan bahwa seseorang tuna rungu mempunya perasaan kuat akan rendah diri dan depresi, juga mempunyai sikap tidak bisa dipengaruhi dan tertutup.
Body-image dan kesadaran yang tidak terlalu baik, kurangnya berbahasa dan berkomunikasi, dan tertutupnya rasa sosialisasi, memberikan kontribusi secara signifikan pada perasaan-perasaan ini. Terapi musik dapat memberikan kesempatan yang penting untuk memperbaiki masalah ini dan meningkatkan rasa percaya diri seseorang yang tuna rungu.Bernyanyi, bermain atau bergaya pada suatu lagu dapat  menghasilkan seseorang untuk dapat berekspresi dan puas terhadap diri secara emosional. Melalui suatu cara yang dapat di transfer diluar sesi terapi, seseorang lebih bisa dan senang untuk berekspresi pada situasi baru , bertemu orang baru, dan dapat bekerja dalam suatu grup-grup. Hal ini sebaliknya pula memberikan suatu rasa tanggung jawab sosial juga kesadaran, kebanggan dan kepercayaan diri dan sosial.

TELAAH KRITIS


A.Menurut Pendapat Ahli
Kecacatan penglihatan merupakan handicap kita dengan sekeliling kita, sedangkan kecacatan pendengaran merupakan handicap komunikasi dengan masyarakat (Darrow, 1989).
Robbins & Robbins (1980),  yang membuat manual resource yang komprehensif dan kurikulum bagi terapi musik  untuk tuna runggu melakukan pendekatan terhadap subyek bersangkutan dengan mempunyai sikap yang mempercayai bahwa sense terhadap musik ada pada setiap orang. Melalui musik, mereka mengarah pada sensitivitas yang inherent dan kapasitas merespon langsung kepada ekspresi dari ritme dan variasi nada, yang dideskripsikan sebagai musik. Mereka juga menekankan, bahwa musik dari berbagai sisi mempunyai efek pada manusia.
Amir & Schuchman (1985) membuat suatu program terapi musik untuk mengembangkan dan meningkatkan kecakapan dalam kesadaran akan suara musik, kesadaran akan kontras intensitas, menyadari adanya suara musik dan juga patron dari musik tersebut. Suatu investigasi untuk melihat keefektifan dari program tersebut memberikan suatu hasil bahwa ada aspek-aspek tertentu untuk seseorang yang profoundly deaf dapat diukur peningkatannya melalui suatu program sistimatik pada pelatihan pendengarannya dalam konteks musikal.
Darrow (1989) mendisikusikan penggunaan terapi musik dalam pengertian berbahasa, intonasi vokal, kualitas vokal dan berbicara lancar. Proses bernafas, ritme dan pengambilan waktu yang tepat, pitch dan artikulasi yang diperlukan untuk bernyanyi, memberikan struktur dan motivasi yang penting pagi pasien. Darrow juga menekankan pada pentingnya feedback  yang konstan untuk si terapis.
Darrow & Starmer (1986) mempelajari efek dari pelatihan vokal pada frekuensi dasar, range frekuensi dan kecepatan percakapan pada suara anak-anak tuna rungu. Anak-anak ini cenderung mempunyai frekuensi dasar yang tinggi dan sedikit variasi pitch, memproduksi suatu permasalahan dalam kecakapan berbicara. Hasil dari studi ini menyarankan bahwa dengan latihan pada vokal tertentu dan menyanyikan lagu-lagu pada kunci nada rendah yang tepat dapat membantu memodifikasian frekuensi dasar dan range frekuensi pada pasien. Studi lain dari Darrow (1984) juga menunjukkan peran dari terapi musik adalah melatih respons ritme, sehingga membuat respons pada ritme dari suara percakapan menjadi lebih baik.
Staum (1987) sukses menggunakan notasi musik untuk mempengaruhi dalam memperbaiki pengucapan bahasa pasien. Ia menggunakan sistem notasi visual sebagai alat untuk membantu pasien dalam mencocokkan kata-kata atau suara dari kata-kata baik yang lazim maupun tidak lazim, dengan ritme yang tepat dan struktur yang dari pitch yang mudah. Hasil positif yang didapat adalah nada pelafalan pengucapan lebih berkembang, juga penyamarataan dan transfer ilmu berkembang secara signifikan.
Robbins & Robbins (1980), setelah pelatihan pada pasien tunarungu, mengatakan bahwa kontribusi dari terapi musik untuk memperkuat dan/atau mempercepat pembelajaran dan penggunaan percakapan, vokal yg lebih luas/spontan dan mantap, memperbaiki kualitas suara dan lebih leluasa dalam menggunakan intonasi dan ritme.
Darrow & Gfeller (1987) mempelajari lagu dapat menstimulasi latihan dalam pembedaan auditori, membedakan dan meleburkan bunyi huruf, pengucapan suku-suku kata dan pelafalan kata.
Galloway & Bean (1974) menemukan bahwa aktivitas bernyanyi dan melakukan gerakan pada musik juga efektif.

B.Menurut Pendapat Sendiri
Menurut pendapat saya terapi musik bagi anak tuna rungu memang sangat diperlukan karena dengan adanya terapi musik tersebut anak bias belajar berkomunikasi dengan orang lain yang ada disekitarnya. Selain itu anak juga bisa belajar untuk melatih vocal pada frekuensi dasar dan kecepatan anak dalam bercakap-cakap. Perkembangan anak setelah mengikuti terapi tuna rungu juga bisa berkembang dalam perkembangan bahasa.
Terapi musik juga bisa mengembangkan jiwa sosialisasi, kesadaran diri, kepuasan emosional dan meningkatkan kepercayaan diri. Dengan mendengarkan musik anak penyandang tuna rungu akan lebih rileks dan memberikan pengalaman yang menyenangkan sehingga dapat memberikan motivasi kepada mereka sehingga anak tersebut menjadi tidak minder bila bergaul dengan temannya yang normal. Untuk itu orang tua dan orang terdekat harus selalu memberi motivasi dan semangat dalam menjalani kehidupan ini karena tuna rungu tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk mencapai cita-cita mereka

C.Menurut Hasil Penelitian
Menurut Darrow (1989) hanya sebagian kecil persentasi dari ketunarunguan yang tidak bisa mendengar sama sekali. Dia juga mengatakan bahwa variasi dari frekuensi dan intensitas persepsi musik bisa lebih terakses disbanding percakapan yang lebih kompleks.
Musik merupakan media untuk aktivitas dalam bereksplorasi dan pengalaman diri sehingg berhubungan langsung pada bicara dan bahasa , komunikasi dan pikiran  juga pada ekspresi tubuh dan emosi dalam skala besar. Sehingga terapi musik dapat masuk dan meningkatkan perkembangan secara luas bagi ketunarunguan.
Studi lain dari Darrow adalah(1984) adalah menunjukkan peranan dari terapi musik adalah melatih respons ritme, sehingga membuat respons pada ritme dari suara percakapan menjadi baik. Selain itu integrasi musik dalam pendidikan sebagai bahasa dan seni sangat menguntungkan.

SIMPULAN

Kecacatan pendengaran merupakan handicap komunikasi dengan masyarakat. Komunikasi merupakan dasar dari kehidupan social kita dan aktivitas intelektual.
Terapi musik bagi penyandang tuna rungu dapat :
1.     Meningkatkan auditory, pelatihan dan perluasan penggunaan dari sisa pendengaran.
2. Meningkatkan perkembangan dan pendidikan bahasa, dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi secara umum.
3.  Mengembangkan jiwa sosialisasi, kesadaran diri, kepuasan emosional dan meningkatkan kepercayaan diri.

DAFTAR PUSTAKA


www.google.com (system rehabilitasi tuna rungu) 11 Desember 2009



Tidak ada komentar:

Posting Komentar